Tindak Pidana Pencucian Uang atau Money Laundering dan Kaitannya Dengan Tindak Pidana Korupsi Oleh Ade Novid Saputra Harahap Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

Tindak Pidana Pencucian Uang atau Money Laundering dan Kaitannya Dengan Tindak Pidana Korupsi
Oleh
Ade Novid Saputra Harahap
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

         Istilah “money laundering” diterjemahkan dengan “pencucian uang,” (UU No 15 Tahun 2002, UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UUTPPU). Selanjutnya UUTPPU dicabut dan diganti dengan UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Melalui UUTPPU itu money laundering telah dikategorikan sebagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh korporasi.

         Money laundering sering pula dikaitkan dg “kejahatan kerah putih” (white collar crime).Kecenderungan penjahat kelas kakap untuk menyembunyikan asal usul uangnya ditengarai sudah mjd bgn dari kehidupan dunia kejahatan.”
Sutherland mengatakan bahwa konsep white collar crime adalah suatu “crime committed by a person of respectability and high social status in the course of his occupation.

Larangan money laundering sebagaimana diatur dalam UUTPPU tersebut dilatarbelakangi dari kegiatan money laundering yang sangat berkaitan dengan dana-dana yang sangat besar jumlahnya. Sementara itu, dana-dana yang berasal dari kegiatan  money laundering itu sering disamarkan, dimana asal usul dana-dana tersebut disembunyikan melalui jasa-jasa, seperti jasa perbankan, asuransi, pasar modal dan instrumen dalam lalu lintas keuangan.

Praktek money laundering yang demikian harus dilarang disebabkan meningkatnya Praktik money laundering dapat merugikan masyarakat dan negara. Dengan perkataan lain Praktek  money laundering dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional.

Setidak-tidaknya terdapat tiga alasan menurut pengamatan Guy Stessen dalam tulisannya “Money Laundering, A New International Law Enforcement Model” mempertanyakan mengapa   money laundering diberantas dan dinyatakan sebagai tindak pidana.

         Pertama, karena pengaruh money laundering pada sistim keuangan dan ekonomi berdampak negatif bagi perekonomian dunia, mslnya dampak negatif thdp efektifitas penggunaan sumber daya dan dana. Dg money laundering sumber daya dan dana banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat, disamping itu dana-dana banyak yang kurang dimanfaatkan secara optimal, misalnya dengan melakukan “sterile investment” dlm bentuk property atau perhiasan yg mahal.

Uang hasil tindak pidana diinvestasikan pada negara-negara yg dirasakan aman utk mencuci uangnya, walaupun hslnya lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dpt saja beralih dari satu negara yg perekonomiannya baik ke negara yg perekonomiannya kurang baik. Karena pengaruh negatifnya pada pasar finansial dan dampaknya dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, money laundering dapat mengakibatkan ketidakstabilan  pada perekonomian internasional dan ekonomi nasional.

Fluktuasi yang tajam pada nilai tukar dan suku bunga mungkin juga merupakan  akibat negatif dari pencucian uang. Dengan berbagai dampak negatif itu diyakini, bahwa money laundering dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.

         Kedua, dengan ditetapkannya money laundering sebagai tindak pidana akan lebih memudahkan bagi aparatur penegak hukum untuk menyita hasil tindak pidana yang kadangkala sulit untuk disita, misalnya aset yang susah dilacak atau sudah dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Dengan cara ini pelarian uang hasil tindak pidana dapat dicegah. Dengan demikian pemberantasan tindak pidana sudah beralih orientasinya dari “menindak pelakunya” ke arah menyita “hasil tindak pidana”. Di banyak negara dengan menyatakan money laundering sebagai tindak pidana merupakan dasar bagi penegak hukum untuk mempidanakan pihak ketiga yang dianggap menghambat upaya penegakan hukum.

Sebagaimana halnya dengan tindak pidana korupsi yang dimana para pelaku tindak pidana tersebut ingin menyembunyikan uang hasil kejahatannya tersebut dengan cara mencuci uang hasil kejahatan tersebut ke tempat yang aman agar tidak diketahui darimana uang tersebut berasal, misalnya dengan memindahkan uang hasil korupsi tersebut ke beberapa penerima agar tidak diketahui uang dari hasil kejahatan tersebut, atau juga bisa jadi dipindahkan ke negara lain.

Karena pada prinsipnya tidak akan terjadi TPPU tanpa adanya kejahatan asal. Uang hasil kejahatan tersebut selanjutnya dicuci melalui lembaga jasa keuangan melalui beberapa metode seperti plecement, layering dan integration sehingga akan menghasilkan uang legal. Pada hakekatnya kejahatan pencucian uang merupakan kejahatan yang lahir akibat adanya kejahatan asal (predicate crime) , oleh karena itu kejahatan pencucian uang dipandang sebagai kejahatan tambahan ( follow up crime). Tidak akan terjadi TPPU tanpa adanya tindak pidana asal. Meskipun demikian TPPU adalah tindak pidana yang berdiri sendiri.

Tujuan dari TPPU ini adalah
Menyembunyikan uang/kekayaan yang diperoleh dari kejahatan;
Menghindari penyelidikan dan/atau tuntutan hukum;
Menghindari Pajak. Uang legal berusaha disembunyikan untuk menghindari pajak.
Meningkatkan keuntungan. Uang ilegal diikutsertakan dalam bisnis legal.

PARADIGMA BARU Follow the Money
Menghilangkan motivasi pelaku kejahatan
Hasil kejahatan as “Blood of the Crime
Harta kekayaan adalah titik terlemah dari rantai kejahatan
Efektivitas penegakan hukum/pencegahan tindak pidana (menambah sanksi/penghukuman).
Kesulitan membuktikan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban aktor intelektual  kejahatan diatasi dengan menelusuri harta kekayaan hasil kejahatan (“follow the money”).
Lebih adil dan lebih jauh jangkauannya.

 

_____________________________
Artiklel original klik dibawah ini
Anti Money Laundering Ade Novid
________________________________

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *