Wartanusantara.co.id || Sibolga – Isu dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengadaan seragam siswa di SMP Negeri 1 Sibolga kembali mencuat. Namun, berbagai pihak mempertanyakan kebenaran tudingan tersebut, mengingat praktik yang sama telah berlangsung di semua sekolah di Kota Sibolga selama bertahun-tahun dan justru membantu orang tua murid.
Menurut pernyataan dari berbagai sumber, koperasi sekolah sejak dahulu telah berperan sebagai fasilitator dalam pengadaan seragam, sehingga orang tua tidak perlu bersusah payah mencari sendiri ke pasar. Bahkan, koperasi memberikan opsi pembayaran secara cicilan untuk meringankan beban ekonomi orang tua.
“Kalau beli di luar, orang tua harus membayar lunas di awal dan mencari sendiri. Dengan koperasi, seragam tersedia tepat waktu, kualitas terjamin, dan bisa dicicil. Kenapa hanya SMP Negeri 1 Sibolga yang dipersoalkan? Semua sekolah di Sibolga melakukan hal yang sama,” ujar salah satu pengurus koperasi sekolah yang enggan disebutkan namanya.
Lebih lanjut, muncul kejanggalan dalam pemberitaan yang menuding sekolah melakukan pungli. Nama samaran ‘Ida’ yang diklaim sebagai orang tua siswa SMP Negeri 1 Sibolga ternyata bukan bagian dari wali murid di sekolah tersebut. Selain itu, tudingan ini tidak dikonfirmasi kepada pihak sekolah sebelum dipublikasikan, kecuali oleh seorang individu bernama Parulian Sihotang.
Pihak koperasi sekolah juga mempertanyakan motif di balik pemberitaan ini, terutama mengingat adanya permasalahan pribadi yang melibatkan kerabat dari Parulian Sihotang dengan koperasi sekolah.
“Saya heran, dulu Parulian pernah menghubungi saya soal surat terkait seragam ini, tapi saya tidak pernah melihat suratnya. Lagi pula, pengelolaan seragam sejak dulu adalah wewenang koperasi sekolah yang berbadan hukum. Tidak ada yang dipaksakan di sini,” jelas seorang sumber yang memahami permasalahan ini.
Dugaan fitnah terhadap SMP Negeri 1 Sibolga ini pun semakin meragukan, mengingat tidak ada gelombang protes dari orang tua siswa lain yang merasa terbantu dengan sistem koperasi sekolah. Masyarakat diimbau untuk tidak mudah percaya terhadap isu yang tidak terverifikasi dan berpotensi menyesatkan opini publik.