Hari HAM Sedunia,400 Orang Nasibnya Digantung

Catatan Arief Gunawan, Peneliti Merdeka Institute, Anggota Dewan Pakar JMSI

Apa tujuan kita memperingati Hari HAM Sedunia yang jatuh pada 10 Desember ini, sekadar basa-basi seremonial atau gimmick belaka untuk menarik perhatian publik?
Secara maknawi dan jujur ​​momentum ini seharusnya kita gunakan untuk mengingat mereka yang suara dibungkam,haknya dirampas, dan keadilan yang tak datang datang. Indonesia membutuhkan ruang aman bagi warga, bukan pengabaian atas pelanggaran dan ketidakadilan akibat politisasi hukum.
Berkaitan dengan pengabaian terhadap nilai-nilai HAM yang dimiliki oleh warga negara Indonesia ini, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra belum lama ini misalnya mengingatkan bahwa hingga kini masih ada sekitar 400 orang yang status hukumnya digantung. Persoalan ini jika ditinjau dari segi hak azasi manusia tentu merupakan sebuah pelanggaran. Karena mereka telah ditetapkan sebagai tersangka, namun kasus yang mereka hadapi tidak juga terjadi di meja hijau atau dihentikan. Sehingga dibiarkan menggantung dan di sisi lain mereka sudah terlanjur menjadi bulan-bulanan opini publik.
Padahal Pasal 28E UUD 1945 yang terdiri dari tiga ayat mengamanatkan hak kebebasan bagi setiap warga negara.

Sedangkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menegaskan Indonesia adalah negara hukum, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Ayat ini secara langsung terkait dengan tujuan penegakan hukum:mewujudkan kepastian, keadilan, perlindungan, dan kesetaraan di hadapan hukum.
Ada pun Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, “’Perlindungan, pemajuan, pengasuhan, dan memberikan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara”


Lainnya adalah “Prinsip matahari terbit dan terbenam” (Prinsip matahari terbit dan terbenam) Prinsip ini berkaitan dengan kepastian hukum dan peradilan yang cepat. Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang adil, kepastian hukum adalah segala-galanya. “Seharusnya negara memberikan hukuman kepada pejabat yang sewenang-wenang mensangkakan warga negara. Bukan sebaliknya malah memberikan kenaikan pangkat dan jabatan,” tandas Arief Gunawan.
Ironi dan evolusi dari kenyataan seperti ini mendatangkan renungan berupa pertanyaan: sudah adilkah atau sudahkah sesuai

dengan hak azasi manusia membiarkan nasib 400 warga negara Indonesia hidup dalam hukum dengan status tersangka tetapi perkaranya tidak pernah dituntaskan di pengadilan, apalagi hal ini dialami oleh tokoh yang pernah berjasa kepada negara?****

 

(Rel/aw)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *