PENERAPAN PRINSIP CUSTOMER DUE DILIGENCE DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG OLEH HENDRIK RAHMAT SYAH PUTRA SARUMAHA MAHASISWA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENERAPAN PRINSIP  CUSTOMER DUE DILIGENCE DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

OLEH

HENDRIK RAHMAT SYAH PUTRA SARUMAHA

MAHASISWA MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

        Tindakan pencucian uang merupakan tindakan pemilik uang untuk membersihkan uangnya yang merupakan hasil dari suatu tindakan yang melanggar hukum dengan cara menginvestasikan atau menyimpan di bank Tindakan pencucian uang menjadi isu penting mengingat dampak negatif yang ditimbulkan terhadap sistem ekonomi dan politik suatu negara, seperti misalnya kebijakan ekonomi yang sehat menjadi sulit tercapai.Praktik pencucian uang dapat mengurangi jumlah pendapatan negara dengan menghindari pembayaran pajak serta merosotnya moral para pejabat karena tergiur melakukan praktik pencucian uang serta perbuatan penyalahgunaan jabatannya. Disamping itu unsur kejahatan lain yang dapat timbul adalah ancaman kualitas generasi muda bangsa melalui peredaran narkotika.

        Pertama, karena pengaruh money laundering pada sistim keuangan dan ekonomi berdampak negatif bagi perekonomian dunia, mslnya dampak negatif thdp efektifitas penggunaan sumber daya dan dana. Dg money laundering sumber daya dan dana banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat, disamping itu dana-dana banyak yang kurang dimanfaatkan secara optimal, misalnya dengan melakukan “sterile investment” dlm bentuk property atau perhiasan yg mahal.

Uang hasil tindak pidana diinvestasikan pada negara-negara yg dirasakan aman utk mencuci uangnya, walaupun hslnya lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dpt saja beralih dari satu negara yg perekonomiannya baik ke negara yg perekonomiannya kurang baik. Karena pengaruh negatifnya pada pasar finansial dan dampaknya dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, money laundering dapat mengakibatkan ketidakstabilan  pada perekonomian internasional dan ekonomi nasional.

Penyusunan kebijakan dan prosedur manajemen risiko dalam upaya menerapkan program anti pencucian uang, perbankan Indonesia diarahkan sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision. Prinsip- prinsip yang terkadung didalamnya merupakan standar bagi dunia perbankan untuk dapat beroperasi secara lebih berhati-hati dalam kegiatan usahanya.Salah satu prinsip yang direkomendasikan menyinggung mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah atau know your customer principle (selanjutnya disebut KYC). Prinsip mengenal nasabah diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah secara menyeluruh, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi nasabah yang mencurigakan.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak mengatur secara eksplisit mengenai prinsip KYC maupun prinsip Customer Due Diligence (selanjutnya disebut dengan CDD) dan Enhanced Due Diligence (selanjutnya disebut dengan EDD) khususnya. Undang-Undang Perbankan ini hanya mengatur satu prinsip yaitu prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip KYC dimaksudkan untuk mendorong terselenggaranya prinsip kehati-hatian dalam rangka mengurangi risiko usaha yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usaha. Penerapan prinsip KYC ataupun CDD dan EDD pada dasarnya bermuara pada salah satu prinsip terpenting yaitu prinsip kehati-hatian.

Kewajiban untuk melaksanakan prinsip Customer Due Diligence ( CDD ), dan Enhanced Due Diligence ( EDD ) terhadap semua Perusahaan penyedia jasa keuangan dan jasa profesi telah ditentukan baik dalam UU No. 8 Tahun 2010 maupun regulasi di bawahnya . Kewajiban penerapan CDD  dan EDD ini penting dilakukan untuk terhindar dari resiko tindak kejahatan finansial. Pada suatu Perusahaan keuangan seperti tindak pidana pencuciang uang.

Pelaksanaan prinsip CDD dan EDD dilakukan dengan cara mengidentifikasi, memverifikasi, dan memantau transaksi pengguna jasa. Keseluruhan langkap-langkah tersebut penting untuk membatasi , dan mengendalikan resiko menjaga reputasi Perusahaan penyedia jasa keuangan serta profesi serta integritas dengan menguragi kemungkinan untuk dijadikan sarana atau sasaran kejahatan keuangan.

Pasal 18 UUPPTPPU

(1)  Lembaga Pengawas dan Pengatur menetapkan ketentuan prinsip mengenali Pengguna Jasa.

(2)  Pihak Pelapor wajib menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa yang ditetapkan oleh setiap Lembaga Pengawas dan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)  Kewajiban menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada saat:

a. Melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa;
b. Terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
c. Terdapat Transaksi Keuangan Mencurigakan yang terkait tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau
d. Pihak Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan Pengguna Jasa.

(4)  Lembaga Pengawas dan Pengatur wajib melaksanakan pengawasan atas kepatuhan Pihak Pelapor dalam menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa.

(5)  Prinsip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat

e. identifikasi Pengguna Jasa;
f. verifikasi Pengguna Jasa; dan
g. pemantauan transaksi Pengguna Jasa.

(6)  Dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, ketentuan mengenai prinsip mengenali Pengguna Jasa dan pengawasannya diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

Ketentuan pasal 18 ini menjadi dasar kewajiban bagi pihak pelapor dalam hal ini Perusahaan penyedia jasa keuangan dan profesi untuk menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dalam melakukan hubungan atau transaksi dengan pengguna jasa.Apabila kewajiban untuk melaksanakan prinsip mengenali pengguna jasa tidak dilaksanakan maka akan menimbulkan sanksi yang bersifat adiministrave bagi pihak pelapor.

Selanjutnya, Program Anti Pencucian Uang yang dicanangkan oleh Bank Indonesia untuk mewujudkan Sistem Pembayaran Indonesia tahun 2019 – 2025, yakni menjamin keseimbangan antara inovasi dengan costumers protection, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Prinsip Know Yours Costumers,Prinsip Mengenal Nasabah dalam, dalam konteks UU PPTPPU dikenal dengan istilah Prinsip Mengenal Pengguna Jasa, yakni Costumers Due Diligence Principle (CDD) atau Uji Tuntas Nasabah, yaitu tindakan bank berupa identifikasi, verifikasi dan pemantauan, untuk memastikan transaksi sesuai dengan profile calon nasabah, nasabah atau Walk In Costumer (WIC), dalam proses identivikasi, verifikasi, dan pemantauan nasabah. Untuk nasabah yang beresiko tinggi diwajibkan melakukan “Enhanced Due Diligence (EDD)” atau uji tuntas lanjutan yaitu tindakan CDD yang lebih mendalam lagi saat melakukan hubungan usaha dengan, calon nasabah, WTC nasabah beresiko tinggi. Prinsip ini wajib diperhatikan oleh para staf, khususnya teller, costumer service serta bagian analisis transaski digital perbankan.

 

_______________________
Klik dibawah untuk artikel asli
ARTIKEL HENDRIK SARUMAHA MH
_______________________

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *