News, Sumut  

Kuasa Hukum Geram: Kapolres Samosir Sengaja Tunda Proses Hukum Pidana Pengerusakan

wartanusantara.com,SAMOSIR- Proses hukum atas kasus pengerusakan yang dilaporkan oleh Darma Sari Ambarita di Polres Samosir pada 6 Januari dan 15 Januari 2025, kini menjadi sorotan tajam. Kuasa hukum korban menduga keras adanya intervensi atau ketidakmengertian hukum oleh jajaran Polres Samosir setelah secara tiba-tiba mengeluarkan surat penangguhan proses hukum pada Oktober lalu. Selasa,2/12/2025.

Kasus ini melibatkan terlapor TOROPOLO, Juli’ hotjon, Palasti, dan Megawati yang dituduh melakukan pengerusakan sejumlah aset milik korban, termasuk rumah, pagar besi, jembatan cor, plank besi, tanaman keras (kemiri dan mangga), serta cor septic tank, menggunakan alat berat Komatsu. Laporan ini dikategorikan sebagai pidana murni (delik aduan) berdasarkan Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Bukti Lengkap, Proses Hukum Diperlambat

Menurut Kuasa Hukum korban, Dr. Ramces Pandiangan SH MH, seluruh unsur Pasal 406 KUHP telah terpenuhi secara mutlak:

– Barang yang dirusak adalah milik orang lain.
– Tindakan pengerusakan dilakukan secara sengaja dan tanpa hak.
– Terdapat kerugian pada korban.
– Pengerusakan dilakukan secara bersama-sama menggunakan alat berat.

Dalam kurun waktu 10 bulan, proses penyidikan telah berjalan sangat intensif. Korban dan saksi telah diperiksa berulang kali, barang bukti telah disita (kecuali alat berat Komatsu yang hanya di-police line), dan penyidik telah berkali-kali melakukan identifikasi dan pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Bukti visual (video) yang menunjukkan peran masing-masing pelaku juga sudah diserahkan.

“Semua bukti sudah sangat lengkap, mulai dari keterangan saksi, video, hingga fakta di lapangan yang disaksikan oleh Sekdes, Babin, Babinsa, dan masyarakat. Bahkan terlapor sendiri saat pemeriksaan mengakui perbuatannya merusak menggunakan alat berat. Namun, kami menduga keras ada hubungan antara Polres Samosir dengan para terlapor karena proses diperlambat,” tegas Ramces.

Alasan Penangguhan Dianggap Melampaui Kewenangan Polisi

Puncak kejanggalan terjadi ketika Polres Samosir mengeluarkan surat penangguhan proses hukum pada bulan Oktober, beberapa waktu setelah adanya gugatan perdata masuk (Agustus, bulan yang sama saat alat berat di-police line).

Kepolisian Samosir mendasarkan penangguhan tersebut pada tiga rujukan yang dinilai Dr. Ramces
melampaui wewenang kepolisian:
1. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1956: Ramces mempertanyakan wewenang kepolisian menggunakan Perma, yang seharusnya hanya digunakan oleh hakim. “Apakah polisi sudah berubah menjadi Mahkamah Agung? Ini sudah di luar wewenang polisi,” ujarnya.
2. Surat Edaran Kejaksaan Agung B-20/E/Epj/01/2013: Menurutnya, tugas polisi adalah penyelidikan dan penyidikan, bukan membuat putusan atau menilai perkara. Hakim yang berhak menilai dan memutuskan.
3. TR Kapolri ST No/2540/XII/RES.7.5/2021: Polres Samosir disebut tidak pernah menunjukkan TR (Telegram Rahasia) Kapolri ini. Ramces menegaskan, penangguhan perkara seharusnya merujuk pada Pasal 109 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, bukan pada rujukan lain.

Kuasa hukum menduga kuat bahwa Kapolres Samosir telah melakukan tugas di luar kewenangannya dan secara sengaja memperlambat proses hukum, yang akhirnya berujung pada penangguhan perkara pidana murni ini.

(Zsrg)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *